Minggu, 06 Desember 2009

Makna Kerja

Bagaimana Memaknai Kerja Anda?

"Jika seseorang diberi tanggung jawab untuk menjadi penyapu jalan, ia harus melakukan tugasnya seperti apa yang dilakukan oleh pelukis Michelangelo, atau seperti Beethoven mengkomposisikan musiknya, atau seperti Shakespeare menulis sajaknya. Ia harus menyapu jalan sedemikian baiknya, sehingga semua penghuni surga dan bumi berhenti sejenak dan berkata, di sini hidup seorang penyapu jalan jempolan yang melakukan tugasnya dengan baik".
- Martin Luther King -

Pada suatu hari, nampak tiga orang tukang batu yang sedang bekerja keras membangun suatu bangunan. Tukang pertama, yang berada di paling ujung ditanya, "Apa yang sedang anda kerjakan, dan bagaimana perasaan anda melakukan kerja ini ?" Dia menjawab "Saya sedang menata batu-batu ini menjadi sebuah tembok. Malas juga sebenarnya melakukan kerja ini. Kalau ada pekerjaan lain yang lebih enak, secepatnya saya akan pindah".

Tukang kedua, yang berada di sebelahnya juga ditanya pertanyaan yang sama, dan dia menjawab dengan bersungut-sungut "Saya melakukan suatu tugas senilai 5 dollar sejam. Dengan tugas seberat ini dan kami harus melakukannya sepanjang hari, seharusnya kami digaji dua kali lipat. Kami merasa hanya sebagai sapi perah, dipaksa bekerja keras, dan nantinya mereka yang mendapatkan hasil paling banyak .....".

Tukang ketiga, dengan pertanyaan yang sama pula, menjawab "Saya sedang menjadi bagian dari suatu sejarah, di mana setiap detil dari bangunan ini akan saya sentuh sehingga menjadi sempurna. Kelak, apabila bangunan ini sudah jadi, saya akan mengajak anak saya berjalan-jalan di depannya, dan bisa berkata dengan bangga pada anak saya, bahwa dibalik bangunan megah ini, ada sentuhan dari ayahnya yang membuatnya menjadi sempurna ........"

Menarik untuk mengambil makna dari cerita diatas. Jika cerita tersebut ditarik ke dalam kehidupan karir anda, tukang batu yang manakah yang mirip dengan situasi anda saat ini ?

Tipe tukang pertama, adalah mereka yang diistilahkan sebagai OPERATOR. Mereka akan menjalankan tugas berdasarkan apa yang diperintahkan oleh atasan, tapi tidak pernah berpikir apa tujuan yang ingin dicapai dari apa yang mereka lakukan tersebut.

Tipe tukang kedua, diistilahkan sebagai MONEY-ACTION VALUATOR, di mana mereka selalu menilai apa yang mereka kerjakan dengan sejumlah uang. Seringkali orang-orang seperti ini mengeluh tentang kecilnya penghasilan mereka dibanding dengan kerja yang mereka lakukan, tanpa mereka mau melakukan perbaikan.

Dan tipe ketiga, adalah seorang VISIONER, dimana mereka bisa melihat ke depan, manfaat besar apa yang bisa mereka raih dari hal-hal kecil yang mereka lakukan saat ini.

Sebagai seorang profesional misalnya, kita mempunyai banyak rekan kerja yang sama dengan kita. Tapi MAKNA dari pekerjaan yang kita lakukan setiap hari, akan menggerakkan ATTITUDE kita, dan memberikan HASIL yang berbeda dalam jangka panjang.

Pertanyaan penting sebelum anda memulai perjalanan karir anda menuju sukses adalah,
apakah pekerjaan yang anda lakukan sekarang merupakan pekerjaan yang anda dambakan dan senangi ? Adakah rasa bangga terhadap apa yang anda kerjakan sekarang ?
Jika tidak, maka hanya ada dua pilihan, yaitu berusaha untuk mencintainya, atau keluar dari pekerjaan anda sekarang dan mencari pilihan karir lain yang sesuai dengan keinginan anda.
Jika anda memaksakan bekerja di bidang yang membuat anda merasa tertekan sepanjang hari, hanya karena tidak ada perusahaan lain yang mau menerima anda, maka bersiaplah untuk menderita lebih lama lagi.

Bagaimana jika kita bekerja karena uang, bukankah memang uang adalah salah satu pendorong kita bekerja ? Memang benar. Tapi kita juga perlu menyadari bahwa uang adalah HASIL AKHIR dari suatu tindakan yang kita lakukan sebelumnya. Yang perlu kita renungkan disini adalah bagaimana attitude kita dalam melakukan tindakan sehari-hari, sebelum kita menerima upah kita di akhir bulan. Jika kita hanya menyukai uangnya, bukan pekerjaannya, maka kita akan dengan mudah menyerah dan mungkin mencoba-coba mencari lowongan baru jika merasa sudah mentok, atau ada halangan yang menghadang di depan.

Orang-orang yang mencintai pekerjaannya, selalu mencari tantangan baru di dalam karirnya. Jika mereka merasa tantangan mereka di kantor sudah mentok, barulah mereka mencoba mencari hal-hal baru yang bisa ditingkatkan dari profesi mereka. Sayang sekali memang, jumlah orang seperti ini tidak begitu banyak. Kualitas orang seperti ini begitu menonjol dibanding rekan-rekannya, bahkan kualitasnya seringkali terdengar hingga keluar perusahaan. sehingga tidak mengherankan jika banyak perusahaan lain yang juga tertarik dan berusaha membajaknya untuk pindah ke tempat lain. Dan mereka pun jika akhirnya mau berpindah, bukan hanya karena iming-iming uang yang menggiurkan, tapi karena mereka juga melihat kesempatan di tempat lain dimana mereka mempunyai peluang untuk menjawab tantangan yang lebih besar.

Akhir kata, cobalah untuk melihat ke dalam diri anda saat ini. Apakah makna pekerjaan bagi anda saat ini ? Dan termasuk type manakah cara kerja anda, operator, money-action valuator, ataukah visioner ? Belum terlambat untuk mulai berubah dan mencintai pekerjaan anda, serta melakukan yang terbaik demi kesuksesan karir anda ke depan. Sukses untuk anda !

sumber : tidak diketahui

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Ambil Keputusan!

Kita hidup di dunia penuh ketidakpastian. Alvin Toffler, futuris terkenal pada tahun 1970 sudah memastikan bahwa percepatan perubahan akan sedemikian cepatnya, sehingga menantang para pembuat keputusan agar lebih gesit dalam mengambil tindakan.

Dalam sebuah pelatihan, saya bertanya kepada para eksekutif di sebuah perusahaan, tentang jenis-jenis keputusan yang mereka buat. Ternyata hanya sedikit sekali para GM (general manager), bahkan VP (vice president), perusahaan tersebut membuat keputusan nyata dan signifikan. Apakah wewenang sengaja di 'pegang' hanya oleh para direktur? Ataukah memang banyak keputusan yang mengambang? Siapakah sebetulnya pembuat keputusan di perusahaan itu?

Keputusan = 'building blocks' pengayaan pribadi dan karir marilah kita berempati pada eksekutif yang kerap duduk termangu dan berpikir, "apakah saya benar, seperti yang sudah saya yakini? Kalau keputusan saya betul, saya akan jadi eksekutif sukses. Kalau salah, saya akan dicaci maki, dibicarakan orang, bahkah tidak mendapatkan posisi yang baik." Terkadang ada keinginan untuk mengajak manajer atau direktur lain untuk bersama mengambil dan membagi risiko.

Pengambilan keputusan memang berat, karena di dalamnya terkandung risiko yang harus ditanggung. Ada alasan etis seperti kemanusiaan, rasa kasihan mem-phk karyawan yang tidak berkinerja namun sudah loyal selama bertahun-tahun, risiko finansial, atau memilih antara 2 risiko besar, seperti mengeluarkan uang besar yang berarti merugikan perusahaan untuk membela risiko yang lebih sosial, misalnya celakanya penduduk korban lumpur panas di sekitar Porong dan Sidoarjo. Namun demikian, kita harus sadar betul bahwa dalam hidup dan di pekerjaan, kita harus secara teratur mengambil keputusan. Justru mutu keputusan kita merupakan 'building blocks' dalam kepribadian dan sejarah karir kita.

Kuatkan nyali

Aspek penting pengambilan keputusan adalah nyali. Kita sering mengabaikan 'feeling' atau intuisi yang merupakan aspek penting dalam diri kita, yang membedakan kemampuan pikir manusia dari komputer 'mainframe' tercanggih sekalipun. Nyali datang dari "penerimaan diri" yang optimal. individu yang merasa tetap relaks dan positif dalam keadaan sulit, bisa lebih kuat mendorong dirinya untuk mengambil tindakan atau keputusan yang mengganjal.

Nyali juga adalah kemampuan individu untuk berfungsi, bahkan menikmati dunia yang tidak sepenuhnya berada dalam jangkauan logikanya. nyalilah yang akan mendorong individu yang ragu untuk mengambil keputusan.

Berteman dengan "sense of urgency"

Bila nyali kita tidak kunjung menguat, masih ada aspek penting lain dalam kehidupan kita yang mampu melangkahi hambatan logika, yaitu mendesaknya waktu. Kita perlu menguasai medan kompetisi dan berhati-hati agar tidak terlambat. Banyak contoh kejadian di kehidupan sehari-hari kita yang membuktikan bahwa bila kita tidak hati-hati, action kita bisa 'basi'. Ketika tahun 1958, pabrik mobil Ford meluncurkan produk barunya tipe edsel, yang sudah dipersiapkannya sejak 1954, majalah Time mengomentarinya "the wrong car, for the wrong market at the wrong timing"

Tidak harus perfek, tapi efektif dan tepat waktu

Bayangkan anda menemukan sebuah produk baru yang hampir perfek, dan anda tidak mengetahui bahwa kompetitor juga sedang mempersiapkan produk yang mirip. Bila anda menunggu sampai produk mencapai kesempurnaan total, bisa-bisa anda ketinggalan kereta oleh kompetitor anda. Wajar bila kita menghendaki keputusan yang perfek, tetapi justru seringnya adalah membuat keputusan, mungkin yang tidak terlalu perfek, tetapi efektif dan tepat waktu. Intelektualitas, rasionalitas, dan sistematika berpikir sering membuat kita terhambat mengambil keputusan. Kita cenderung menunggu sampai informasi lebih lengkap, menganalisa data, memprediksi, tanpa tahu kapan harus stop mencari data dan mengambil keputusan dengan informasi seadanya.

Pikirkan akibat terburuk

Kita memang bisa membangun mekanisme menghindar yang akan membuat hidup terasa lebih ringan dan seolah terlepas dari beban. Namun, prinsip 'don't rock the boat' pada akhirnya menjadikan eksekutif tidak bersikap proaktif, tidak antisipatif, dan pada akhirnya kejadian yang ditakutkan toh akan meledak juga.

Latihan mengajukan urutan pertanyaan-pertanyaan ini mungkin membantu:

- Apa jadinya bila orang lain juga tidak mengambil keputusan?
- Apa contoh keputusan terbaik?
- Apa konsekuensi keputusan terbaik?
- Apa contoh keputusan terburuk?
- Apa konsekuensi keputusan terburuk?

Dari jawaban pertanyaan ini mudah-mudahan kita sudah mempunyai kalkulasi kasar dari untung rugi keputusan. Sekarang katakan: "yes, just do it!"

copyright 2006 kompas group
hangtuah digital library

ASAL USUL ALKITAB

Darimana Asalnya Alkitab?

SEJARAH TERBENTUKNYA KITAB-KITAB PERJANJIAN LAMA

Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang? Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch.

Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada “Hukum Nabi Musa”. Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini. Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya tidaklah penting.

Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu. Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang.

Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani.

Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 – 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi – menurut tradisi – 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 – 125 SM dan disebut Septuaginta, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi diaspora (=terbuang), yang tinggal di wilayah Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint. Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.

Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap umat Kristen. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon (=standard) Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina. Atas kriteria-kriteria diatas mereka mengeluarkan kanon baru untuk menolak tujuh buku dari kanon Alexandria, yaitu seperti yang tercantum dalam Septuagint, yaitu: Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, 1 Makabe, 2 Makabe, berikut tambahan-tambahan dari kitab Ester dan Daniel. (Catatan: Surat Nabi Yeremia dianggap sebagai pasal 6 dari kitab Barukh). Hal ini dilakukan atas alasan bahwa mereka tidak dapat menemukan versi Ibrani dari kitab-kitab yang ditolak diatas.

Gereja Kristen tidak menerima hasil keputusan rabbi-rabbi Yahudi ini dan tetap terus menggunakan Septuagint. Pada konsili di Hippo tahun 393 Masehi dan konsili Kartago tahun 397 Masehi, Gereja secara resmi menetapkan 46 kitab hasil dari kanon Alexandria sebagai kanon bagi Kitab-kitab Perjanjian Lama. Selama enam belas abad, kanon Alexandria diterima secara bulat oleh Gereja. Masing-masing dari tujuh kitab yang ditolak oleh konsili Jamnia, dikutip oleh para Bapa Gereja perdana (Church Fathers) sebagai kitab-kitab yang setara dengan kitab-kitab lainnya dalam Perjanjian Lama. Bapa-bapa Gereja, beberapa diantaranya disebutkan disini: St. Polycarpus, St. Irenaeus, Paus St. Clement, dan St. Cyprianus adalah para pemimpin spiritual umat Kristen yang hidup pada abad-abad pertama dan tulisan-tulisan mereka – meskipun tidak dimasukkan dalam Perjanjian Baru – menjadi bagian dari Deposit Iman. Tujuh kitab berikut dua tambahan kitab yang ditolak tersebut dikenal oleh Gereja Katolik sebagai Deuterokanonika (second-listed), atau kanon kedua. Disebut demikian karena disertakan dalam kanon Kitab Suci setelah melalui banyak perdebatan.

GEREJA KATOLIK MENDAHULUI KITAB PERJANJIAN BARU
Seperti Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis oleh satu orang, tetapi adalah hasil karya setidaknya delapan orang. Kitab Perjanjian Baru terdiri dari 4 kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat Rasul Petrus, 1 surat Rasul Yakobus, 1 surat Rasul Yudas, 3 surat Rasul Yohanes dan Wahyu Rasul Yohanes dan Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Santo Lukas, yang juga menulis Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama yaitu Injil Matius sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira memakan waktu 50 tahun. Tuhan Yesus sendiri, sejauh yang kita ketahui, tidak pernah menuliskan satu barispun dari kitab Perjanjian Baru. Dia tidak pernah memerintahkan para Rasul untuk menuliskan apapun yang diajarkan oleh-Nya. Melainkan Dia berkata: “Maka pergilah dan ajarlah segala bangsa” (Matius 28:19-20), “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Lukas 10:16).

Apa yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus sendiri lakukan: menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata, meyakinkan, mengajar, dan menpertobatkan mereka dengan bertemu muka. Jadi bukan melalui sebuah buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan dan diubah-ubah isinya, melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam menyampaikan firman yaitu dari mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar generasi seterusnya untuk melakukan hal yang serupa setelah mereka meninggal. Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman Allah disampaikan kepada generasi-generasi umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima oleh para Rasul.

Tidak satu barispun dari kitab-kitab Perjanjian Baru dituliskan sampai setidaknya 10 tahun setelah wafatnya Kristus. Yesus disalibkan pada circa tahun 33 dan kitab Perjanjian Baru yang pertama ditulis yaitu surat 1 Tesalonika baru ditulis sekitar tahun 50 Masehi. Sedangkan kitab terakhir yang ditulis yaitu kitab Wahyu Yohanes pada sekitar 90-100 Masehi. Jadi anda bisa melihat kesimpulan penting disini: Gereja dan iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab dijadikan. Beribu-ribu orang bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di berbagai wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya sekarang, dan bahkan menjadi orang-orang kudus tanpa pernah melihat ataupun membaca satu kalimatpun dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan yang sederhana yaitu bahwa pada waktu itu Alkitab seperti yang kita kenal, belum ada. Jadi, bagaimanakah mereka menjadi Kristen tanpa pernah melihat Alkitab? Yaitu dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen pada masa kini, yaitu dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.

GEREJA KATOLIK MENETAPKAN KITAB PERJANJIAN BARU
Ke-dua puluh tujuh kitab diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat Kristen Katolik maupun Kristen lain. Pertanyaannya adalah: Siapa yang memutuskan kanonisasi Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal dari inspirasi Allah? Kita tahu bahwa Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa percaya kepada setiap kita-kitab tersebut?

Berbagai uskup membuat daftar kitab-kitab yang diakui sebagai inspirasi Ilahi, diantaranya: [1] Mileto, uskup Sardis pada tahun 175 Masehi; [2] Santo Irenaeus, uskup Lyons – Perancis pada tahun 185 Masehi; [3] Eusebius, uskup Caesarea pada tahun 325 Masehi.

Pada tahun 382 Masehi, didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
Konsili Hippo di Afrika Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Konsili Kartago di Afrika Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang dianggap oleh banyak pihak non-Katolik sebagai yang menentukan bagi kanonisasi kitab-kitab dalam Perjanjian Baru.
Paus Santo Innocentius I (401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi ke 73 kitab-kitab dalam Alkitab dan menutup kanonisasi Alkitab.

Jadi kanonisasi Alkitab telah ditetapkan di abad ke empat oleh konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus pada masa itu. Sebelum kanon Alkitab ditetapkan, ada banyak perdebatan. Ada yang beranggapan bahwa beberapa kitab Perjanjian Baru seperti surat Ibrani, surat Yudas, kitab Wahyu, dan surat 2 Petrus, adalah bukan hasil inspirasi Allah. Sementara pihak lain berpendapat bahwa beberapa kitab yang tidak dikanonisasi seperti: Gembala Hermas, Injil Petrus dan Thomas, surat-surat Barnabas dan Clement adalah hasil inspirasi Allah. Keputusan resmi wewenang Gereja Katolik menyelesaikan hal diatas sampai sekitar 1100 tahun kemudian. Hingga jaman Reformasi Protestan, praktis tidak ada lagi perdebatan akan kitab-kitab dalam Alkitab.

Melihat sejarah, Gereja Katolik menggunakan wibawa dan kuasanya untuk menentukan kitab-kitab yang mana yang termasuk dalam Alkitab dan memastikan bahwa segala yang tertulis dalam Alkitab adalah hasil inspirasi Allah. Jika bukan karena Gereja Katolik, maka umat Kristen tidak akan dapat mengetahui yang mana yang benar.

KITAB VULGATA – KARYA SANTO YEREMIA
Ketika Kabar Gembira telah tersebar luas dan banyak orang menjadi Kristen, merekapun dibekali dengan terjemahan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa asli mereka yaitu Armenia, Siria, Koptik, Arab dan Ethiopia bagi umat Kristen perdana di wilayah-wilayah ini. Bagi umat Kristen di Afrika dimana bahasa Latin paling luas digunakan, ada terjemahan kedalam bahasa Latin yang dibuat sekitar tahun 150 Masehi dan juga terjemahan berikutnya bagi umat di Italia. Akan tetapi semua ini akhirnya digantikan oleh karya besar yang dibuat oleh Santo Yeremia dalam bahasa Latin yang disebut “Vulgata” pada abad ke-empat. Pada masa itu ada kebutuhan besar akan Kitab Suci dan ada bahaya karena variasi terjemahan yang ada. Oleh karena itu sang biarawan, yang mungkin pada waktu itu adalah orang yang paling terpelajar, atas perintah Paus Santo Damascus pada tahun 382, membuat terjemahan Kitab Perjanjian Baru dalam bahasa Latin dan mengoreksi versi-versi yang ada dalam bahasa Yunani. Lantas di Bethlehem antara tahun 392-404, dia juga menterjemahkan Kitab-kitab Perjanjian Lama langsung dari bahasa Ibrani (jadi bukan dari Septuagint) kedalam bahasa Latin, kecuali kitab Mazmur yang direvisi dari versi Latin yang sudah ada. Ini adalah Alkitab lengkap yang diakui resmi oleh wewenang Gereja Katolik, yang nilainya tak terukur menurut para ahli alkitab masa kini, dan terus mempengaruhi versi-versi lainnya sampai pada jaman Reformasi Protestan. Dari Vulgata inilah dihasilkan terjemahan dalam bahasa Inggris yang terkenal yaitu Douai-Rheims Bible.

HILANGNYA KITAB-KITAB ASLI
Hingga ditemukannya mesin cetak pada tahun 1450, semua Alkitab adalah hasil salinan tangan yang kita sebut manuskrip. Alkitab lengkap tertua yang masih ada hingga sekarang berasal dari abad ke-empat, dan isinya sama dengan Alkitab yang dipegang oleh umat Katolik yaitu terdiri dari 73 kitab. Apa yang terjadi dengan manuskrip-manuskrip asli yang ditulis oleh para penulis kitab Injil? Ada beberapa alasan akan hilangnya kitab-kitab asli tersebut:

Beberapa ratus tahun pertama adalah masa-masa penganiayaan terhadap umat Kristen. Para penguasa yang menindas Gereja Katolik menghancurkan segala hal yang menyangkut Kristenitas yang bisa mereka temukan. Selanjutnya, kaum pagan (non-Kristen) juga secara berulang-ulang menyerang kota-kota dan perkampungan Kristen dan membakar dan menghancurkan gereja dan segala benda-benda religius yang dapat mereka temukan disana. Lebih jauh lagi, mereka bahkan memaksa umat Kristen untuk menyerahkan kitab-kitab suci dibawah ancaman nyawa, lantas membakar kitab-kitab tersebut.

Alasan lainnya: media yang dipakai untuk menuliskan ayat-ayat Alkitab, disebut papirus – sangat mudah hancur dan tidak tahan lama, sedangkan perkamen, yang terbuat dari kulit binatang dan lebih tahan lama, sulit didapat. Kedua materi inilah yang disebutkan dalam 2 Yohanes 1:12 dan 2 Timotius 4:13. Umat Kristen perdana, setelah membuat salinan Alkitab, juga tampak tidak terlalu peduli untuk menjaga kitab aslinya. Mereka tidak beranggapan penting untuk memelihara tulisan-tulisan asli oleh Santo Paulus atau Santo Matius oleh karena mereka percaya penuh kepada kuasa mengajar Gereja Katolik yang mengajarkan iman Kristen melalui para Paus dan para uskup-uskupnya. Umat Katolik tidak melandaskan ajaran-ajarannya pada Alkitab semata-mata, tetapi juga kepada Tradisi Hidup, dari Gereja Katolik yang infallible. ubi Ecclesia, ibi Christus.

ALKITAB PADA ABAD PERTENGAHAN
Segenap umat Kristen berhutang budi kepada para kaum religius, imam, biarawan dan biarawati yang menyalin, memperbanyak, memelihara dan menyebar-luaskan Alkitab selama berabad-abad. Para biarawan adalah kaum yang paling terpelajar pada jamannya dan salah satu kegiatan utama mereka adalah menyalin isi Alkitab sedangkan biara-biara menjadi pusat penyimpanan naskah-naskah Alkitab ini. Umumnya masing-masing biara-biara di abad pertengahan memiliki perpustakaan tersendiri. Tidak kurang dari para raja dan kaum bangsawan dan orang-orang terkenal meminjam dari biara-biara ini. Para raja dan kaum bangsawan itu sendiri, bersama para Paus, uskup dan kepala-kepala biara, sering menghadiahkan Kitab Suci yang diberi hiasan yang indah kepada biara-biara dan gereja-gereja di seluruh Eropa.

Untuk menyalin satu Alkitab lengkap, diperlukan sekurangnya 10 bulan tenaga kerja dan sejumlah besar perkamen yang mahal harganya untuk memuat lebih dari 35000 ayat-ayat dalam Alkitab. Hal ini menjelaskan mengapa orang banyak tidak mampu memiliki setidaknya satu set Alkitab lengkap di rumah-rumah mereka. Mereka biasanya hanya memiliki salinan dari sejumlah pasal dalam Alkitab yang populer. Jadi kebiasaan memiliki bagian tertentu dari Alkitab secara terpisah adalah kebiasaan yang sepenuhnya Katolik dan yang hingga kini masih dilakukan.

Alkitab pada abad pertengahan umumnya ditulis dalam bahasa Latin. Hal ini dilakukan sama sekali bukan dimaksudkan untuk menyulitkan umat yang ingin membacanya. Kebanyakan orang pada masa itu buta huruf, sedangkan mereka yang mampu membaca, juga dapat mengerti bahasa Latin. Latin adalah bahasa universal pada waktu itu. Mereka yang mampu membaca lebih menyukai membaca Vulgata, versi Latin dari Alkitab. Oleh karena kenyataan tersebut, tidak ada alasan kuat untuk menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa setempat secara besar-besaran. Namun meski demikian harap diingat bahwa sepanjang sejarah Gereja Katolik tetap menyediakan terjemahan Alkitab dalam bahasa-bahasa setempat.

MARTIN LUTHER DAN ALKITAB PROTESTAN
Pada tahun 1529, Martin Luther mengajukan kanon Palestina yang menetapkan 39 kitab dalam bahasa Ibrani sebagai kanon Perjanjian Lama. Luther mencari pembenaran dari keputusan konsili Jamnia (yang adalah konsili imam Yahudi, jadi bukan sebuah konsili Gereja Kristen!) bahwa tujuh kitab yang dikeluarkan dari Perjanjian Lama tidak memiliki kitab-kitab aslinya dalam bahasa Ibrani. Luther melakukan hal tersebut terutama karena sejumlah ayat-ayat yang terdapat pada kitab-kitab tersebut justru menguatkan doktrin-doktrin Gereja Katolik dan bertentangan dengan doktrin-doktrin baru yang dikembangkan oleh Martin Luther sendiri.

Oleh karena alasan yang serupa, Martin Luther juga nyaris membuang beberapa kitab-kitab lainnya: surat Yakobus, surat Ibrani, kitab Ester dan kitab Wahyu. Hanya karena bujukan kuat oleh para pendukung kaum reformasi Protestan yang lebih konservatif maka kitab-kitab diatas tetap dipertahankan dalam Alkitab Protestan. Namun demikian, tidak kurang Martin Luther mengecam bahwa surat Yakobus tidak pantas dimasukkan dalam Alkitab.

Untuk mendukung salah satu doktrinnya yang terkenal yaitu Sola Fide (bahwa kita dibenarkan hanya oleh iman saja), dalam Alkitab terjemahan bahasa Jerman, Martin Luther menambahkan kata ’saja’ pada surat Roma 3:28. Sehingga ayat tersebut berbunyi: “Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”. Tidak heran kalau Martin Luther meremehkan surat Rasul Yakobus dan berusaha untuk membuangnya dari Perjanjian Baru, karena justru dalam surat Yakobus ada banyak ayat yang menjatuhkan doktrin Sola Fide yang diciptakan oleh Martin Luther tersebut. Antara lain, dalam Yakobus 2:14-15 tertulis: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” dan Yakobus 2:17 “Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” dan Yakobus 2:24 “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.”

Pertanyaannya sekarang adalah: Kitab Perjanjian Lama manakah yang lebih baik anda baca? Kitab Perjanjian Lama yang digunakan oleh Yesus, para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru dan Gereja purba? Atau Kitab Perjanjian Lama yang ditetapkan oleh imam-imam Yahudi yang menolak Yesus Kristus dan menindas umat Kristen purba?

ALKITAB KATOLIK
Bahkan sebelum pecahnya Reformasi Protestan, ada banyak versi-versi Alkitab yang beredar pada masa itu. Banyak diantaranya mengandung kesalahan-kesalahan yang disengaja – seperti dalam kasus-kasus kaum bidaah, penyeleweng ajaran gereja yang berusaha mendukung doktrin-doktrin yang mereka ciptakan sendiri, dengan menuliskan Alkitab yang sudah diganti-ganti isinya. Ada juga kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja oleh karena faktor manusia (human error), mengingat pekerjaan menyalin Alkitab dilakukan dengan tulisan tangan, ayat demi ayat, yang sangat memakan waktu dan tenaga.

Oleh karena itu pada Konsili di Florence pada abad ke lima belas, para pemimpin Gereja menguatkan keputusan yang dibuat pada konsili-konsili sebelumnya mengenai kitab-kitab yang ada dalam Alkitab.
Setelah meletusnya Reformasi Protestan, pada Konsili Trente oleh Gereja Katolik pada tahun 1546 dikeluarkanlah dekrit yang mensahkan Vulgata, versi Latin dari Alkitab sebagai satu-satunya versi resmi yang diakui dan sah untuk umat Katolik. Alkitab ini direvisi oleh Paus Sixtus V pada tahun 1590 dan juga oleh Paus Clement VIII pada tahun 1593.

Selanjutnya pada konsili Vatikan I, kembali Gereja Katolik menegaskan keputusan konsili-konsili sebelumnya tentang Alkitab.

Oleh karena itu di akhir tulisan ini, kita dapat membuat beberapa kesimpulan:
Berdasarkan sejarah, Alkitab adalah sebuah kitab Katolik. Perjanjian Baru ditulis, disalin dan dikoleksi oleh umat Kristen Katolik. Kanon resmi dari kitab-kitab yang membentuk Alkitab – Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru – ditentukan secara berwibawa oleh wewenang Gereja Katolik pada abad ke empat.
Menuruti akal sehat dan logika, Gereja Katolik yang memiliki kuasa untuk menentukan Firman Allah yang infallible – bebas dari kesalahan -, pasti juga memiliki otoritas yang infallible – bebas dari kesalahan – dan juga bimbingan dari Roh Kudus. Seperti telah anda lihat, terlepas dari deklarasi oleh Gereja Katolik, kita sama sekali tidak memiliki jaminan bahwa apa yang tertulis dalam Alkitab adalah Firman Allah yang asli. Jika anda percaya kepada isi Alkitab maka anda juga harus percaya kepada wibawa Gereja Katolik yang menjamin keaslian Alkitab. Adalah suatu kontradiksi bagi seseorang untuk menerima kebenaran Alkitab tetapi menolak wibawa Gereja Katolik. Logikanya, mereka mestinya tidak mengutip isi Alkitab sama sekali, karena mereka tidak memiliki pegangan untuk menentukan kitab-kitab mana saja yang asli, kecuali tentunya kalau mereka menerima wibawa mengajar Gereja Katolik.

SEJARAH KRITIK ALKITAB

LATAR BELAKANG SEJARAH KRITIK ALKITAB
Oleh: Dr. Eddy Peter P., Ph.D.

Sang juru bicara pencerahan Prancis, Voltaire, atau yang nama aslinya Francois Marie Arouet (1694-1778) adalah seorang filsuf dengan julukan ‘tawa filosofis’. Mengapa julukan ini diberikan kepadanya? Karena Voltaire menyebarkan gagasan-gagasan filosofinya bukan dengan gaya akademis, namun menggunakan gaya satiris yang penuh rasa humor penuh ejekan. “Dia seorang pejuang universalitas kemanusiaan dan anti-fanatis keagamaan, dan juga anti-metafisika. Dia juga menginginkan sebuah agama Kristen yang sederhana tanpa ornamen mukjizat, dogma dan ritus. De-ngan mengejek dia mengatakan bahwa Yesus hanyalah ‘Sokrates dari Udik” yang tak punya tilikan filosofis, dan berbagai mukjizat yang dibuatnya hanyalah rekaan para pengikutnya saja.”[i]

Oleh sebab itu tidak heran jika banyak orang Kristen konservatif menyebut Voltaire sebagai anti-Kristus. Namun apakah yang seharusnya mengejutkan kita dari seorang ‘anti-Kristus’ ini? Sebuah anekdot menceritakan, “Seorang tamu Voltaire keheranan melihat Kitab Suci terletak di atas meja tulisnya. Voltaire pun membela diri: “Jika orang ingin memenangkan pengadilan, sebaiknya ia mengenal tulisan-tulisan lawannya agar siap menghadapinya.”[ii]

Injil Matius 4: 1-11 mengisahkan bagaimana iblis mencobai Yesus dengan beberapa pernyataan, “seperti ada tertulis” (4:6). Fakta ini memberitahukan kepada kita bahwa iblis dan para pengikutnya, para ‘anti-Kristus’ juga mempelajari Alkitab dengan tujuan mengkritik dan menunjukkan kepada anak-anak Tuhan bahwa Alkitab tidak memiliki otoritas apa-apa, namun hanya sekedar buku biasa yang sedikit istimewa atau bahkan tidak istimewa sama sekali.

Ketahuilah jika semangat orang percaya dalam mempelajari Alkitab dan mempelajari bagaimana metode iblis untuk menyerang Alkitab dan iman Kristen tidak lebih besar dari semangat iblis ‘mencari-cari’ cara menanamkan image bahwa Alkitab penuh dengan dongeng dan kesalahan, maka sudah pasti akan banyak jatuh korban di dalam barisan prajurit Kristus.

Berdasarkan pemikiran inilah, maka STTI PHILADELPHIA mencoba untuk mengajak sau-dara-saudara seperjuangan dalam Kerajaan Allah untuk mempelajari, mendeteksi cara-cara iblis me-nyerang Alkitab dan bagaimana kita mempertahankan iman kita atas otoritas Kitab Suci. Dan juga, oleh karena inilah STTI PHILADELPHIA menyelenggarakan Seminar dengan tema “Menghadapi Serangan-Serangan Terhadap Alkitab” ini.


DUA METODE KRITIK ALKITAB
Ada dua metode kritik Alkitab yang sudah dikembangkan dan bahkan pada zaman modern ini sudah ditetapkan sebagai cabang ilmu dalam ilmu teologi, yaitu Higher Criticism dan Lower Criticism. Dua cabang ilmu teologi ini kini telah menjadi suatu bidang mata kuliah kusus pada kurikulum pendi-dikan tinggi teologi di sekolah-sekolah teologi seluruh dunia. Di kalangan sekolah teologi Injili Konservatif menjadikan dua cabang ilmu teologi biblika ini sebagai metode terbaik untuk menemu-kan ‘kebenaran’ atau ‘keorisinilan’ berita Alkitab, namun di kalangan sekolah teologi Liberal, dua cabang ilmu teologi ini dipelajari untuk dikritik, atau dijadikan dasar untuk menyerang Alkitab. STTIP adalah salah satu STT di Indonesia yang menjadikan dua cabang ilmu teologi ini sebagai mata kuliah yang harus diambil dan syarat kelulusan. Sistem pembelajaran di STTIP untuk dua cabang teologi ini dipelajari dari sudut Injili Konservatif.

Higher Criticism atau kritik tinggi Alkitab adalah terminologi akademis, yang digunakan sebagai istilah teknis teologi. Istilah ini tidak menun-jukkan bahwa kritik tinggi berarti superioritas, namun istilah yang dipakai sebagai kontras dari frase “Lower Criticism’. Di kalangan sarjana teologi Higher Criticism dikenal juga sebagai kritikisme sejarah (historical/ tradition criticism) dan kritikisme sastra (literary criticism), yaitu suatu cabang teologi yang berusaha menyelediki asal-usul Alkitab, siapakah penulis Alkitab (misalnya: benar-kah Musa penulis Kitab Pentetaukh dsb.), dan bagaimana sejarah perkembangan keagamaan P.L. dan P.B.

Para sarjana teologi liberal menyangkal bahwa 5 (lima) Kitab Musa ditulis oleh Musa. Dengan menerapkan teori Higher Criticism yang dikenal dengan istilah Documentary Hypothesis mereka menjelaskan bahwa Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan bukanlah tulisan musa, namu merupakan kumpulan sastra atau dongeng dan mitos yang kemudian disusun menjadi kelima Kitab Musa di atas. Mengenai penulis aslinya mereka berpendapat ‘anonim’.[iii] Begitu juga penulis Kitab Yesaya pasal 40-66, juga tidak ditulis oleh Yesaya, tetapi ditulis oleh penulis ‘anonim’ yang diperkirakan seorang nabi sebesar Yesaya. Apa yang menyebabkan pemikiran demikian? Karena mereka tidak percaya tentang mukjizat dan nubuatan. Mereka heran bagaimana mungkin Yesaya 45 dapat berbicara tentang Korezy pada saat ayah Korezy saja mungkin belum lahir.

Kritik mereka terhadap Kitab Perjanjian Baru dengan gencar ditujukan terhadap Injil Synop-tik (Matius, Markus, Lukas). Dengan menempatkan Injil Markus sebagai Injil pertama, mereka membuat suatu hipotesis (oral tradition transmission, teori dua dokumen, dan teori empat dokumen) bahwa Markus mengembangkan Injilnya dari cerita-cerita rakyat dan dokumen ‘Q’ yang akhirnya dikembangkan lagi oleh Markus dan Lukas. Dalam pengembangan tulisan ini ketiga penulis Injil menambahi dengan imajinasi mereka sendiri tentang pekerjaan besar yang dilakukan Yesus, yang sebenarnya tidak pernah terjadi dalam sejarah aslinya.

Pembahasan lebih dalam tentang Higher Criticism akan dibahas pada bagian berikutnya, yaitu pokok bahasan “Kritik Tinggi Terhadap Alkitab”. Namun sebelumnya baiklah kita membuat hipotesis tentang kritik para sarjana modernis di atas. Jika benar bahwa Musa bukan penulis Kitab Pentateuch seperti hipotesa mereka di atas, bagaimana dengan pernyataan Yesus bahwa Musa lah penulis Kitab Pentateuch (lih. Mark. 7:10; 10:3-5; 12:26; Luk. 5:14; 16:29-31; 24:27, 44; Yoh. 5:45-47; 7:19, 23), dan juga para rasul (Yoh. 1:17; Rom. 10:5; Kis. 3:22; 6:14; 1 Kor. 9:9; 2 Kor. 3:15; Ibr. 9:19; Wah. 15:3)? Jika para sarjana modernis yang benar, maka Yesuslah yang salah. Namun Yesus berkata “Akulah… kebenaran” (Yoh. 6:14) dan iman Kristen konservatif percaya bahwa Dia adalah Tuhan, Juruselamat Manusia, jadi kebenaran hanya ada di dalam Dia, dan di dalam Dia tidak ada dusta. Kalau demikian siapa si pendusta itu? Mereka yang mengambil oposisi melawan Kristus.

Begitu juga, jika Injil Synoptik hanya meru-pakan pengembangan karya sastra dari dongeng-dongeng rakyat yang dibumbui imajinasi penulis Injil dengan berbagai peristiwa spektakuler, maka Injil Matius, Markus dan Lukas hanya sekedar cerita dongeng dan mitos dari pribadi Yesus, manusia biasa yang pernah hidup layaknya kebanyakan manusia lain – tanpa mukjizat, tanpa peristiwa kebangkitan dsb. – dan sia-sialah kepercayaan kita dan pengorbanan para martir.

Lower Criticism yang disebut juga sebagai Textual Criticism adalah “studi teks Alkitab, yaitu termasuk di dalamnya pemeriksaan keaslian manuskrip atau salinan-salinan Alkitab dan versi salinan-salinan, codex-codex dan terjemahan-terjemahan yang bervariasi atau berbeda dan studi ini merupakan suatu usaha mencari yang asli atau yang sama dengan teks aslinya, yaitu teks Apographa yang diinspirasikankan langsung oleh Tuhan.”[iv] Adapun para ahli yang menggeluti bidang ini antara lain Beza, Erasmus, Bengel, Griesbach, Lachmann, Tregelles, Thischendorff, Scrivener, Westott, dan Hort.


SEJARAH HIGHER CRITICISM
Sejarah gerakan Higher Criticism tidak dapat dipisahkan dari tokoh-tokoh dari tiga kelompok besar, yaitu;
1). Francis-Belanda,
2). Jerman, dan
3). Inggris-Amerika.

1. Francis-Belanda
Dari kelompok Franco-Dutch (Francis-Belanda) pandangan yang sekarang diterima sebagai axiomatik oleh para sarjana Kontinental dan Inggris-Amerika, para teolog pertama yang memunculkan gerakan Higher Criticism adalah Carlstadt pada tahun 1521 dalam karyanya “Canon and Scripture”, Andreas Masius, seorang sarjana Belgia, yang menerbitkan buku tafsiran kitab Yosua pada tahun 1574, dan Peyrere atau Peririus, seorang Imam Katolik Roma dalam bukunya yang berjudul “Systematic Theology” pada tahun 1660.[v]

Namun demikian pada kenyataannya Spinoza, seorang filsuf rasionalis dari Belanda yang dianggap sebagai orang pertama yang memunculkan teori Higher Criticism. Dalam bukunya yang berjudul “Tractatus Theologio-Politicus”, yang diterbitkan pada tahun 1670, Spinoza menolak penanggalan tradisional dan kepenulisan Musa atas kitab Pentateukh[vi] dan menjelaskan bahwa Pentateukh berasal dari zaman Ezra dan sebagian merupakan suntingan dari tulisan-tulisan yang lebih belakangan. Tokoh yang nama lengkapnya Baruch de Spinoza yang lahir di kota Amsterdam pada tahun 1632 ini akhirnya dikutuk dan dikucilkan dari Sinagoge. “Dia dianggap mati oleh komunitasnya, bahkan seorang Yahudi pernah berusaha menikamnya untuk menyenangkan hai Yahwe.”[vii]

Berikut ini adalah bunyi Kutukan atas Spinoza oleh Sinagoga 27 Juli 1656:

“Sesuai dengan keputusan para malaikat dan pernyataan para kudus, kami mengucilkan, mengutuk, melaknatkan dan menghukum Baruch d’Espinoza… Terkutuklah dia di siang hari dan malam hari, terkutuklah dia saat berbaring dan terjaga, ketika dia pergi maupun datang… Jagalah diri kalian sehingga tak seorangpun berhubungan dengannya baik secara tertulis maupun lisan, tak seorangpun menunjukkan itikad baik sedikitpun kepadanya, tak seorangpun tinggal satu atap dengannya… tak seorangpun membaca tulisan-tulisannya.”[viii]

Spinoza diakui sebagai kepala puncak gerakan ini yang kemudian di Inggris diteruskan oleh filsuf Inggris Hobbes. Dan beberapa tahun kemudian seorang Imam dari Francis, yang bernama Richard Simon dari Dieppe, yang menjelaskan bahwa Pentateukh merupakan suntingan dari banyak penulis. Tokoh lainnya adalah seorang Belanda yang bernama Clericus (atau Le Clerk), yang pada tahun 1685 masih membela pandangan yang sangat radikal ini. Ia mengatakan bahwa Pentateuhk ditulis oleh para imam setelah pembuangan di Babel (2 Raja. 17) kira-kira tahun 678 SM dan ia juga memun-culkan teori redaktor, yaitu Pentateukh merupakan kumpulan tulisan yang kemudian diedit oleh seorang redaktur menjadi lima Kitab Musa.

Pada tahun 1753, seorang ahli medis Francis yang bernama Astruc mengemukakan teori “Docu-mentary Hypothesis”, yaitu bahwa Pentateukh berupa bahan-bahan yang dikumpulkan dari berbagai dokumen (sumber), dan Musa sebagai redakturnya.[ix] Oleh sebab itu Astruc disebut sebagai Bapak “Documentary Hypothesis”.

2. Jerman
Eichhorn adalah tokoh besar Jerman dalam gera-kan ini. Ia adalah seorang professor di Gottingen yang menerbitkan karyanya pada tahun 1780 dengan judul “Old Testament Introduction”. Ia memiliki teori yang agak berbeda dengan gerakan Documen-tary Hypothesis di Francis. Ia mengemukakan bah-wa ada dua sumber untuk Pentateukh, yaitu: 1). Sumber J – bagian-bagian yang memakai nama “JEHOVAH” untuk TUHAN, dan
2) Sumber E – bagian-bagian yang memakai nama “ELOHIM” untuk Allah.
Tokoh-tokoh Jerman lainnya yang mengikuti langkah Eichhorn adalah Vater dan Hart-mann dengan teori fragmen-nya.

Pada tahun 1806 De Wette, professor Filsafat dan Teologi di Heidelberg mengemukakan tam-bahan suatu sumber lain lagi, yaitu sumber D – yang mengarang kitab Deuteronomy (Kitab Ulangan). Tokoh lainnya adalah Professor Kuenen dari Leyden yang menulis buku “Hexateuch” diedit oleh Colenso tahun 1865 dan “Religion of Israel and Prophecy in Israel” yang diterbitkan di Inggris pada tahun 1874-1877. Dan akhirnya, namun bukan yang terakhir adalah Jullius Wellhausen, seorang professor dari Jerman yang menulis buku tentang evolusi agama Israel.

3. Inggris-Amerika
Tokoh British-American yang sangat tekenal adalah Dr. Samuel Davidson yang menulis buku “Introduc-tion to the Old Testament” yang terbit tahun 1862 mengeluarkan teori hipostesis supplemen untuk Pentateukh. Tokoh lainnya adalah Dr. Robertson Smith, orang Scotlandia yang mengajar di Inggris, Dr. S.R. Driver professor bahasa Ibrani di Oxford University dan Dr. C. A. Briggs, yang untuk beberapa waktu lamanya mengajar sebagai professor Teologi Biblika di Union Theological Seminary, New York.


SEJARAH LOWER CRITICISM
Pada tahun 1516 Desiderius Erasmus menerbitkan Alkitab Perjanjian Baru bahasa Yunani yang kemudian beberapa kali diterbitkan ulang baik oleh Erasmus maupun Stephanus, Beza dan Abraham-Bonaventure Elzevir. Alkitab ini diterima dan digunakan secara umum oleh gereja di seluruh dunia. Oleh sebab itu, Alkitab ini menjadi “Textum ergo habes, nunc ab omnibus receptum…” atau teks terbitan Elzevir menjadi dikenal di seluruh daratan Eropa dengan sebutan Textus Receptus atau Received Text.”[x] Pada tahun 1611, Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, King James Version atau yang juga terkenal dengan nama Authorized Version/AV 1611.

Pada tahun 1881, dua orang sarjana liberal dari Cambridge University yang bernama Brooke Foss Westcott dan Fenton Joh Anthony Hort mengedit Alkitab Bahasa Yunani Perjanjian Baru yang didasarkan pada manuskrip minoritas, yaitu Codex Sinaiticus (!) dan Codex Vaticanus (B) yang kemudian diterbitkan oleh United Bible Society, yang dikenal dengan nama Critical Text atau UBSGNT (United Bible Societies’ Greek New Testament) yang juga diterbitkan kembali oleh Lembaga Alkitab Indonesia dengan versi Diglot Alkitab Dwibahasa Yunani-Indonesia dan NAGNT (Nestle Aland Greek New Testament) yang diterbitkan oleh Nestle dan Aland. Semua Alkitab bahasa Inggris modern atau paska KJV/AV 1611 diterjemahkan dari Alkitab ini.

Ada perbedaan yang hakiki antara Alkitab Bahasa Yunani Textus Receptus dan Critical Text atau UBSGNT atau NAGNT, khususnya dalam penyampaian doktrinal iman Kristen. Oleh sebab itu, munculah para pembela di antara dua Alkitab ini. Di kalangan gereja dan seminari Injili Konservatif membela dan menggunakan Textus Receptus dan sementara itu di kalangan gereja dan seminari liberalisme dan bahkan Injili Baru menggunakan Critical Text. Perdebatan dua kubu ini akhirnya melahirkan semangat studi teks untuk menentukan Alkitb bahasa Yunani mana yang berotoritas atau yang dipelihara Tuhan dan superioritas. Studi teks inilah yang akhirnya disebut sebagai Lower Critic-ism atau Textual Criticism.

Orang-orang yang gigih mempertahankan Textus Receptus dari Konservativisme di antaranya adalah Dean William Burgon, Edward F. Hills, D.A. Waite dan lain-lain. Sedangkan pembela Critical Text dari kalangan Katolik dan Liberalisme di antaranya ialah Carlo M. Martini (Katolik), Eugene Nida, Bruce Metzger dan Kurt Aland.

KESIMPULAN
Pernahkah anda mengetahui dan memahami sejarah kritik Alkitab di atas? Jika anda sudah pernah atau sekarang ini baru mengetahuinya, apakah anda merasa penting untuk mengetahui lebih jauh lagi? Sementara kita mempelajari Alkitab, Iblis dan pengikutnya juga mempelajari Alkitab dengan maksud untuk menurunkan bahkan menghancurkan otoritas Alkitab. Bayangkan saja jika kita malas untuk mempelajari Alkitab lebih dalam lagi.

STTI PHILADELPHIA memiliki visi dan misi untuk memperlengkapi mahasiswa dan gereja Tuhan dengan pemahaman Alkitab secara men-dalam dan benar, karena kami sadar peperangan kita menghadapi penyesatan yang akan semakin berat dan memerlukan perlengkapan senjata rohani yang lebih baik lagi dengan kuasa Firman Tuhan. Kami rindu mengadakan seminar-seminar untuk umum, guna memperlengkapi semua orang Kristen dalam peperangan rohani ini. Dukungan anda akan menjadi berkat bagi pelayanan kelebaran Kerajaan Allah.
-------------------------

END NOTES
[i] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern Dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal. 110.
[ii] Ibid, hal. 109.
[iii] ‘Anonim’ artinya penulisnya tidak diketahui siapa namanya.
[iv] Torrey, R.A., A.C. Dixon and Other, editor, The Fundamentals: A Testimony of the Truth. (Grand Rapids: Michigan, Baker Book House Co., 1917, Vol. 1, hal. 9.
[v] Ibid, hal. 15.
[vi] Pentateukh adalah istilah untuk menyebut lima kitab Musa yang terdiri dari Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.
[vii] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche. Hal. 45.
[viii] Dikutip F. Budi Hardiman, Ibid. hal. 46.
[ix] Dennis Green, Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama. (Malang: Gandum Mas, 1984), hal. 41.
[x] The New Testament The Greek Text Underlying the English Authorized Version of 1611. England: Trinitarian Bible Society.

ALLAH ROH KUDUS

ALLAH ROH KUDUS

Allah Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. Allah Roh Kudus (dalam bahasa Ibrani רוח הקודש Ruah haqodesh) hanya dipercayai oleh umat Kristiani dan adalah Pribadi penolong yang memimpin kita, dalam bentuk Roh (pneuma bhs. Yunani: πνεύμα) yang dijanjikan oleh Yesus sebelum kenaikannya ke surga (tertulis dalam kitab Kisah Para Rasul 1:6-9).

Menurut ajaran Kristiani, seorang Kristen memiliki Roh Kudus di dalam dirinya. Roh tersebut berfungsi sebagai penolong, pemimpin, penghibur, dan teman yang setia. Roh Kudus menuntun umat Kristiani agar hidup sejalan dengan kehendak Tuhan. Roh Kudus juga merupakan penghubung antara umat Kristiani dengan Tuhannya.

Roh Kudus di dalam Alkitab
Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang menyebabkan orang percaya kepada Yesus. Dia pulalah yang memampukan mereka menjalani hidup Kristen. Roh tinggal di dalam diri setiap orang Kristen sejati. Setiap tubuh orang Kristen adalah Bait Suci tempat tinggal Roh (1 Korintus 3:16). Roh Kudus digambarkan sebagai 'Penghibur' atau 'Penolong' (paracletus dalam bahasa Latin, yang berasal dari bahasa Yunani, parakletos), dan memimpin mereka dalam jalan kebenaran. Karya Roh di dalam kehidupan seseorang dipercayai akan memberikan hasil-hasil yang positif, yang dikenal sebagai Buah Roh.

Rasul Paulus mengajarkan bahwa seorang pengikut Kristus haruslah dapat dikenali melalui buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Galatia 5:22-23).

Orang Kristen juga percaya bahwa Roh Kudus jugalah yang memberikan karunia-karunia (kemampuan) khusus kepada orang Kristen, yang antara lain meliputi karunia-karunia karismatik seperti nubuat, berbahasa Roh, menyembuhkan, dan pengetahuan.

Orang Kristen arus utama yang berpandangan sesasionisme percaya bahwa karunia-karunia ini hanya diberikan pada masa Perjanjian Baru. Orang Kristen percaya hampir secara universal bahwa "karunia-karunia roh" yang lebih duniawi masih berfungsi pada masa kini, antara lain karunia pelayanan, mengajar, memberi, memimpin, dan kemurahan (lih. mis. Roma 12:6-8). Dalam sekte-sekte Kristen tertentu, pengalaman Roh Kudus digambarkan sebagai "pengurapan". Di kalangan gereja-gereja Afrika-Amerika, pengalaman bersama Roh Kudus digambarkan sebagai suatu "kesukacitaan".

Orang Kristen percaya bahwa Roh Kuduslah yang dimaksudkan Yesus ketika ia menjanjikan "Penghibur" (artinya, "yang memberikan kekuatan) dalam Yohanes 14:26. Setelah kebangkitan, Yesus berkata kepada murid-muridnya bahwa mereka akan "membaptiskan dengan Roh Kudus", dan akan menerima kuasa untuk peristiwa itu (Kisah 1:4-8). Janji ini digenapi dalam peristiwa-peristiwa yang dilaporkan dalam Kisah ps. 2.
Pencurahan Roh Kudus terjadi pada hari Pentakosta, sepuluh hari setelah kenaikan Yesus ke surga atau lima puluh hari setelah peristiwa kebangkitan Yesus dari kematian. Peristia ini terjadi di Yerusalem pada sebuah ruang atas. Angin yang keras bertiup, lalu lidah-lidah api tampak di atas kepala para murid Yesus. Banyak orang yang kemudian mendengar para murid itu berbicara, masing-masing dalam bermacam-macam bahasa. Menurut Alkitab, murid-murid Yesus pada hari mereka menerima Roh Kudus mampu mempertobatkan tiga ribu jiwa. Masing-masing memberi dirinya dibaptis (Kitab Kisah Para Rasul pasal 2).

Dalam Injil Yohanes, penekanannya tidaklah terutama pada apa yang dilakukan oleh Roh Kudus bagi Yesus, melainkan pada kisah penganugerahan Roh kepada murid-muridnya. Kristologi "tinggi" ini, yang paling berpengaruh dalam perkembangan doktrin Trinitarian yang belakangan, memandang Yesus sebagai domba kurban. Ia telah datang di antara manusia untuk menganuerahkan Roh Allah kepada umat manusia.
Meskipun bahasa yang digunakan untuk melukiskan bagaimana Yesus menerima Roh di dalam Injil Yohanes paralel dengan laporan-laporan di dalam ketiga Injil yang lainnya, Yohanes mengisahkan kejadian ini dengan maksud untuk memperlihatkan bahwa Yesus secara khusus memiliki Roh dengan tujuan menganugerahkan Roh itu kepada para pengikutnya, mempersatukan mereka dengan dirinya, dan di dalam dia juga mempersatukan mereka dengan Bapa. (Lihat Raymond Brown, "The Gospel According to John", bab tentang Pneumatology). Dalam Yohanes, karunia Roh itu sama dengan kehidupan yang kekal, pengetahuan tentang Allah, kuasa untuk menaati, dan persekutuan satu dengan yang lainnya dan dengan Sang Bapa.

Pandangan Kristen tentang Roh Kudus

Pentakostalisme

Gerakan Kristen yang disebut Pentakostalisme memperoleh namanya dari peristiwa Pentakosta, yaitu pencurahan Roh Kudus ketika murid-murid Yesus berkumpul di Yerusalem.
Gerakan Pentakostal memberikan penekanan khusus terhadap Roh Kudus, dan percaya bahwa Roh Kudus masih dicurahkan hingga sekarang. Banyak penganut Pentakosta yang percaya akan Baptisan Roh Kudus, yang diartikan sebagai peristiwa di mana kuasa Roh diterima oleh orang Kristen dalam cara yang baru. Dalam hal ini orang tersebut dimampukan untuk membuat tanda-tanda, mujizat dan hal-hal ajaib lainnya yang dimaksudkan untuk pemberitaan Injil. Banyak pemeluk Pentakosta yang juga percaya bahwa sebuah tanda yang jelas tentang pemberian karunia ini (baptisan Roh) adalah kemampuan untuk berbicara dalam bahasa roh.

Gereja Katolik

Katekismus Gereja Katolik menyatakan hal-hal berikut dalam alinea pertama yang menjelaskan Pengakuan Iman Rasuli Aku percaya akan Roh Kudus, demikian: "Tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah" (1 Kor 2:11). Roh yang mewahyukan Allah itu, membuat kita mengenal Kristus, Sabda-Nya yang hidup; tetapi ia tidak berbicara tentang diri-Nya sendiri. Ia, yang "bersabda melalui para nabi", membuat kita mendengarkan Sabda Bapa. Tetapi kita tidak mendengarkan Dia sendiri. Kita hanya mendengarkan Dia secara tidak langsung, bila ia mewahyukan Sabda kepada kita dan mempersiapkan kita, menerima-Nya dalam iman. Roh kebenaran, yang "mengungkapkan" Kristus bagi kita, tidak berbicara "dari diri-Nya sendiri" (Yoh 16:13). Sikap rendah hati yang ilahi ini menjelaskan, mengapa "dunia tidak dapat menerima-Nya, karena ia tidak melihat-Nya dan tidak mengenal-Nya", sedangkan mereka yang percaya kepada Kristus mengenal-Nya, karena Ia menyertai mereka (Yoh 14:17).

Tentang hubungan Roh Kudus dengan Gereja, Katekismus menyatakan: "Perutusan Kristus dan Roh Kudus terlaksana di dalam Gereja, Tubuh Kristus dan kanisah Roh Kudus... Jadi perutusan Gereja tidak ditambah pada perutusan Kristus dan Roh Kudus, tetapi adalah sakramen mereka. Sesuai dengan seluruh hakikatnya dan dalam semua anggotanya, Gereja itu diutus untuk mewartakan misteri persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus ... Karena Roh Kudus adalah urapan Kristus, maka Kristus, Kepala Tubuh, memberikan-Nya kepada anggota-anggota-Nya, untuk memelihara mereka, menyembuhkan mereka, menyelaraskan mereka dalam fungsinya yang berbeda-beda, menggairahkan mereka, mendorong mereka untuk memberikan kesaksian, dan mengikutsertakan mereka dalam penyerahan-Nya kepada Bapa dan dalam doa permohonan-Nya untuk seluruh dunia. Oleh Sakramen-sakramen Gereja, Kristus membagi-bagikan kepada anggota Tubuh-Nya Roh Kudus-Nya yang menguduskan.

Katekismus juga mendaftarkan berbagai lambang Roh Kudus di dalam Kitab Suci:

1. Air - melambangkan tindakan Roh Kudus dalam upacara Pembaptisan. "Dibaptis dalam satu Roh", kita juga "diberi minum dari satu Roh" (1 Kor. 12:13). Jadi Roh dalam pribadi-Nya adalah air yang menghidupkan, yang mengalir, dari Kristus yang disalibkan (Yoh. 19:34; 1 Yoh. 5:8) dan yang memberi kita kehidupan abadi. (Bdk. Yoh. 4:10-14; 7:38; Kel. 17:1-6; Yes. 55:1; Zakh. 14:8; 1 Kor 10:4; Why. 21:6; 22:17)

2. Urapan -
salah satu lambang Roh Kudus adalah juga urapan dengan minyak, malahan sampai ia menjadi sinonim dengan-Nya. (Bdk. 1 Yoh. 2:20-27; 2 Kor 1:21) Dalam inisiasi Kristen, urapan adalah tanda sakramental dalam Sakramen Penguatan, yang karenanya dinamakan "Khrismation" dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi untuk mengerti sepenuhnya bobot nilai dari lambang ini, orang harus kembali ke urapan pertama, yang Roh Kudus kerjakan: Urapan Yesus. "Khristos" (terjemahan dari perkataan Ibrani "Mesias") berarti yang "diurapi dengan Roh Allah".

3. Api -
melambangkan daya transformasi perbuatan Roh Kudus. Dalam "lidah-lidah seperti api" Roh Kudus turun alas para Rasul pada pagi hari Pentakosta dan memenuhi mereka (Kis 2:3-4).

4. Awan dan sinar - Roh turun alas Perawan Maria dan "menaunginya", supaya ia mengandung dan melahirkan Yesus (Luk. 1:35). Di atas gunung transfigurasi Ia datang dalam awan, "yang menaungi" Yesus, Musa, Elia, Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan "satu suara kedengaran dari dalam awan: Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (Luk 9:34-35).

5. Meterai - Meterai adalah sebuah lambang, yang erat berkaitan dengan pengurapan. Kristus telah disahkan oleh "Bapa dengan meterai-Nya" (Yoh. 6:27; bdk. 2 Kor 1:22; Ef 1:13; 4:3) dan di dalam Dia, Bapa juga memeteraikan tanda milik-Nya atas kita. Karena gambaran meterai (bahasa Yunani "sphragis") menandaskan akibat pengurapan Roh Kudus yang tidak terhapuskan dalam penerimaan Sakramen Pembaptisan, Penguatan, dan Tahbisan, maka ia dipakai dalam beberapa tradisi teologis untuk mengungkapkan "karakter", yang tidak terhapuskan, tanda yang ditanamkan oleh ketiga Sakramen yang tidak dapat diulangi itu.

6. Jari - "Dengan jari Allah" Yesus mengusir setan (Luk. 11:20). Sementara perintah Allah ditulis dengan "jari Allah" atas loh-loh batu (Kel. 31:18), "surat Kristus" yang ditulis oleh para Rasul, "ditulis dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging yaitu di dalam hati manusia" (Kel. 31:18; 2 Kor. 3:3).

7. Merpati - Waktu Kristus naik dari air Pembaptisan-Nya, Roh Kudus - dalam rupa merpati - turun atas-Nya dan berhenti di atas-Nya.

Ortodoks
Ortodoks Timur memberitakan bahwa Sang Bapa adalah sumber keilahian yang kekal, dan daripada-Nya dilahirkanlah Sang Anak secara kekal dan juga daripada-Nya keluar Roh Kudus secara kekal. Doktrin Ortodoks mengenai Tritunggal Kudus diringkaskan dalam Lambang Iman (Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel).

Dispensasionalisme
Menurut dispensasionalisme (sebuah istilah ejekan yang diberikan oleh banyak kelompok modernis di dalam batas-batas ortodoksi injili), kita hidup pada Zaman Roh, atau zaman Gereja. Masa Perjanjian Lama, menurut pandangan ini, dapat disebut sebagai Zaman Allah Bapa, atau zaman hukum Musa. Periode yang dicakup oleh Injil disebut sebagai Zaman Allah Anak. Sejak Pentakosta hingga kedatangan Yesus yang kedua kali disebut Zaman Roh atau zaman Gereja.

Hukum Musa masih berlaku hingga masa Yesus Kristus (pribadi kedua dari Tritunggal) mati pada salib orang Romawi, dikuburkan dan bangkit dari antara orang mati (1 Korintus 15:1-5). Zaman Gereja sepenuhnya dimulai pada Pentakosta ketika para murid dikaruniai Roh Kudus, dan diutus oleh-Nya untuk mendirikan Gereja-Nya di seluruh dunia. Zaman Gereja digambarkan dekat dengan kedatangan Yesus yang kedua kali.

Ranting Daud
Persekutuan Advent Hari Ketujuh Ranting Daud dan yang lain-lainnya, menganggap Roh Kudus sebagai Ibu. Mereka menafsirkannya berdasarkan bahasa Ibrani, dan bukan dari bahasa Yunani atau Latin. Mereka juga percaya bahwa para Dewi purba (dan modern), serta penghormatan terhadap Bunda Maria oleh umat Katolik, didasarkan pada kebenaran ini. Kadang-kadang mereka menggunakan nama "Sofia" untuk Roh Kudus. Namun pandangan ini dipertikaikan karena orang Kristen pada umumnya menganggap Alkitab sebagai Firman Allah dan Kebenaran yang tidak berubah dan infalibel, dan baik Perjanjian Lama maupun Baru sama-sama penting dan benar. Memang Perjanjian Lama diterjemahkan dari teks bahasa Ibrani, namun kata Ibrani untuk "Dewi" juga berarti "kekejian", yang seringkali digunakan untuk merujuk kepada Dewi Astarte. Lihat "Pengucapan bahasa Ibrani" di bawah "Astarte" di sini: [1]

Almarhum Lois Roden, bekas presiden organisasi Ranting Daud, mulai mengajarkan aspek Roh Kudus ini pada tahun 1977. Dengan demikian kaum Ranting Daud memahami adanya "Keluarga" di surga (Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus), yang cerminannya terlihat jelas di muka bumi.

Pandangan Kristen Non-Tritunggal
Dalam kepercayaan banyak agama non-tritunggal - seperti misalnya Unitarian dan Saksi Yehuwa - Roh Kudus adalah Roh Allah atau kekuatan yang aktif dari Allah, dan bukan sebuah pribadi tersendiri. Dalam Gereja Mormon, Roh Kudus dianggap sebagai anggota ketiga dan tersendiri dalam Allah, sebagai keberadaan yang terpisah dari Sang Bapa dan Sang Anak, dan mempunyai tubuh rohani (sementara Sang Bapa dan Sang Anak adalah individu yang telah dibangkitkan dan memiliki tubuh yang kekal dengan tulang dan daging seperti manusia).

Menurut mereka yang berpegang pada pandanagn minoritas tentang Binitarianisme, Roh Kudus bukanlah keberadaan yang tersendiri, sementara Sang Bapa dan Sang Anak adalah dua Keberadaan. Salah satu kelompok seperti itu, Gereja Allah yang Hidup mengajarkan hal ini tentang Roh Kudus, "Roh Kudus, adalah hakikat yang sejati, pikiran, kehidupan dan kuasa Allah. Ia bukanlah suatu Keberadaan. Roh Kudus ada bersama Sang Bapa dan Sang Anak, dan memancar keluar dari Mereka ke seluruh alam semesta (1 Raja-raja 8:27; Mazmur 139:7; Yeremia 23:24). Melalui Roh inilah Allah menciptakan segala sesuatu (Kejadian 1:1-2; Wahyu 4:11). Ia adalah kuasa yang digunakan Kristus untuk memelihara alam semesta (Ibrani 1:2-3). Ia diberikan kepada semua orang yang telah bertobat dari dosa-dosanya dan yang telah dibaptiskan (Kisah 2:38-39) dan merupakan kuasa (Kisah 1:8; 2 Timotius 1:6-7) yang dengannya orang-orang percaya dapat menjadi "pemenang" (Roma 8:37, KJV; Wahyu 2:26-27) dan akan dipimpin ke kehidupan yang kekal" (Pernyataan Resmi tentang Dasar Kepercayaan).

Pandangan bahwa Roh Kudus bukanlah pribadi yang terpisah telah dianggap sesat oleh Kekristenan arus utama. Misalnya, Epifanius dari Salomis merujuk kepada sebagian dari mereka sebagai Semi-Arianis dan Pneumatomachi dan menyebut mereka, "Sebangsa monster, manusia yang berhakikat ganda dan setengah jadi... kaum Semi-Arianis ... berpegang pada pandangan yang benar-benar ortodoks tentang Sang, bahwa ia selama-lamanya bersama Sang Bapa ... tetapi bahwa ia telah dilahirkan tanpa permulaan dan bukan di dalam waktu ... Tetapi semua ajaran ini menghujat Roh Kudus, dan tidak menganggapnya sebagai bagian dari Allah Tritunggal bersama Sang Bapa dan Sang Anak" (Epifanius. The Panarion of Epiphanius of Salamis, Kitab II dan III (Bagian 47-80), De Fide). Bagian VI, Ayat 1,1 dan 1,3. Terj. oleh Frank Williams. EJ Brill, New York, 1994, hlm.471-472)

Jadi, kaum non-tritunggal telah lama dikritik oleh mereka yang menerima Konsili Nicea dan Konsili-konsili yang belakangan.

sumber : wikipedia
Aspek Biologi Daya Metafisika

Salah satu perbedaan fisika dan metafisika terletak pada soal tingkat kehalusan (‘refinement’) dari pada energi yang terlibat. Aura manusia, misalnya, tidak kasat mata (bagi orang biasa seperti kita). Namun, ternyata aura juga dapat dipotret lewat teknik ‘Kyrlian Photography.” Artinya, aura memang eksis sebagai fenomen fisikal. Makanya dapat dipotret. Kalau penasaran, silahkan meninjau ke fasilitator pemotretan aura di Hotel Wisata (belakang HI) atau ke Pluit Mall. Itu berarti, bahwa apa yang tidak kasat mata bagi seseorang, belum tentu bukan merupakan suatu fenomen fisikal atau tidak dapat ditangkap. Itu hanya masalah kemampuan dan kepekaan daya tangkap inderawi saja.

Liu Chao Xing, seorang petani di desa Cao-Gang, kabupaten Feng-Qiu, provinsi He-Nan, Cina mampu membaca terus kartunya pada saat sedang main kartu dengan teman-temannya ketika listrik tiba-tiba padam. Liu Xin Ping, seorang reporter harian Da He Bao, He-Nan tidak begitu saja mempercayai berita tersebut maka ia segera menghubungi Na Zhi Ping, dokter spesialis mata di RSP Xin Xiang. Kesimpulan sementara, Liu Chao Xing memiliki ketajaman penglihatan seperti mata seekor burung hantu. (Sumber: Erabaru.or.id).

Burung hantu dengan sudut putar kepalanya yang 270 derajat mampu memetakan secara eksak lokasi mangsanya dari jauh dan dalam kegelapan malam. Kemudian ia mencengkeram mangsanya dengan presisi yang mengagumkan. Seekor burung rajawali atau elang mampu melihat mangsanya jauh dari atas angkasa. Ular juga mampu “membaca” aura hawa panas yang keluar dari tubuh mangsanya dari jarak yang jauh. Anaconda mampu mendeteksi getaran bumi saat prospek mangsa melewatinya dengan syaraf-syaraf perabaan di balik sisik-sisiknya. Burung bangau dan pemangsa ikan lainnya mampu melihat ikan di bawah air dengan segala tipuan sudut bias permukaan air dan terbang tepat di atas mangsanya untuk mecekamnya dengan kedua cakarnya tanpa meleset satu incipun.

Bahwa hewan memiliki kemampuan inderawi melebihi manusia sudah umum kita ketahui. Itulah gunanya anjing pelacak untuk membantu polisi mencari narkoba atau maling dan penjahat yang dilacak. Seekor anjing mampu mendengar deruman mobil tuannya pada jarak beberapa ratus meter dari rumah. Anjing mampu mendeteksi vibrasi “setan yang lewat” sehingga ia kemudian mulai melolong-lolong. Jenis lolongnya berbeda dari lolongan saat ia sedang kasmaran pada musim kawin.

Burung kondor – si pemakan bangkai – memiliki kemampuan indera penciuman (olfactory) yang luar biasa. Pada saat suatu hewan mati maka bakteri pembusuk mulai bekerja. Pada tingkat akumulasi bau busuk sampai tingkat tertentu, maka aroma bangkai itu langsung dapat ditangkap oleh pusat syaraf penciuman yang berada di kepala burung pemakan bangkai tersebut. (Sumber: Discovery Channel)

Penulis sendiri sesekali mampu mencium aroma basi dari makanan beberapa jam sebelum makanan tersebut menjadi benar-benar basi, sementara rekan-rekan lain masih dengan lahapnya menyantap makanan tersebut tanpa mencium aroma apapun. Demikian pula kemampuan memastikan seseorang sudah mandi atau belum melalui aroma feromon keringatnya. Artinya, tingkat kemampuan seseorang untuk mendeteksi tingkat aktivitas dan akumulasi bakteri pembusuk pada makanan berbeda-beda. Celakanya, kalau ada tikus atau cecak mati di rumah lalu saya yang selalu disuruh mencari, padahal bau sedikit saja sudah mampu merangsang saya untuk muntah-muntah. Banyak di antara kita yang “meremang bulu kuduk” bila berada di tempat yang “angker”.

Masalahnya bukan soal orang mau percaya atau tidak percaya akan fenomen keangkeran, melainkan semata-mata bersifat fisikal. Kehadiran ‘entitas non-fisik’ yang mempunyai ‘type vibrasi’ tertentu itu, keberadaannya dapat diserap oleh indera perabaan (tactile) yang syaraf-syaraf perifernya tersebar di seluruh permukaan kulit. Putri saya bahkan mampu melukis entitas tersebut komplit dengan kostumnya. Jadi bagaimana melukis sesuatu yang sebenarnya memang tidak ada? Kemungkinannya hanya dua. Entitas itu benar-benar eksis. Atau putri saya yang pandai mengada-ada. Kemungkinan yang pertama beberapa kali diverifikasi oleh yang mempunyai “mata ketiga”.

Mungkin kepekaan syaraf-syaraf tersebut pada bagian tengkuk dan pipi melebihi bagian-bagian kulit lainnya. Ingat saja mengapa seorang perawan dapat tersipu-sipu dan merah pipinya karena malu saat digoda kawan-kawannya soal kekasihnya. Pipa-pipa kapiler di kulit wajah mungkin lebih sensitif dan lebih cepat menerima aliran darah sehingga cepat pula menjadi merah. Atau sebaliknya, menjadi pucat kalau kekurangan darah, karena ketakutan dsb. Makanya ada istilah “muka badak” atau “rai gedeg” (rai = muka/wajah; gedeg = anyaman kulit bambu yang biasa dipakai untuk dinding gubuk) yang tidak berubah-ubah walaupun sangat dipermalukan – atau telah melakukan perbuatan yang memalukan.

Yang namanya jengkerik atau kecoak mampu mendeteksi bakal datangnya hujan dengan sungut kembarnya di mana ia merasakan naiknya kelembaban udara yang berisi kandungan air lebih banyak dan tekanannya yang lebih besar dari biasanya. Binatang buas di hutan segera lari dan turun gunung jauh sebelum gunung meletus. Mereka merasakan meningkatnya suhu udara panas yang keluar dari kepundan. Bahkan menjelang tsunami besar di Aceh satwa liar juga lari menjauhi kawasan pantai.

Hewan kok mampu mendeteksi hal-hal seperti itu dengan “kecerdasan instinktifnya” tetapi mengapa manusia yang juga mempunyai perangkat yang sama, bahkan jauh lebih canggih lagi dari hewan – malah tidak mampu melakukannya? Salah satu sebabnya ialah nyawa hewan amat sangat tergantung pada satu-satunya “kecerdasan intuitif” yang dimilikinya. Karena hewan memang tidak memiliki teknologi, tetapi manusia lebih dan terutama menggantungkan diri pada “kecerdasan rasionalnya” dengan mengembangkan berbagai teknologi untuk membantu “menyelamatkan” nyawanya. Arsitektur unik dan pekerjaan sipil membuat sarang burung manyar dimiliki setiap burung manyar secara instinktif. Mereka sama sekali tidak memiliki teknologi berdasarkan kecerdasan rasional.

Demikian pula jaring laba-laba yang sangat simetris dan konsentris tidak dibangun atas dasar ilmu teknologi rasional.

Dapat dan patut diperkirakan bahwa gejala-gejala metafisika pada umumnya mempunyai dasar-dasar biologi. Pada umumnya dasar-dasar biologi itu berpusat pada bagian-bagian otak sibernetik manusia. Dalam hal suara atau cahaya kita belajar dari ilmu fisika bahwa penyalurannya melalui pancaran gelombang. Misalnya gelombang LF, HF atau UHF. Atau getaran suara yang diukur dengan satuan desibel, dan ada istilah-istilah matra seperti ‘sub-sonic’, ‘super-sonic’ dan ultra-sonic’. Untuk indera perabaan, penciuman serta pencecapan belum ada ukuran yang kita kenal. Untuk bau tentunya juga merambat lewat aliran udara yang juga bergelombang. Apakah bau itu ‘mengikat diri’ pada partikel massa sub-atomik yang tersebar di mana-mana di ruang angkasa ini masih menjadi pertanyaan besar. Entitas bau itu an sich pastilah tidak ada; yang ada ialah partikel sub-atomik yang membawa (menjadi carrier dari) bau tersebut.

Pertanyaan mendasarnya ialah apakah secara biologi kepekaan inderawi tersebut dapat diasah? Kemudian pengasahan tersebut dapat mencapai semaksimal sampai batas mana? Pertanyaan berikutnya ialah bagaimana cara untuk mengasahnya? Dalam wacana dan latihan Transcendental Meditation (TM), perguruan dari Maharishi Mahesh Yogi ada teknik-teknik untuk memperoleh “fine hearing”, “fine sight” dan sebagainya. Dari latihan intensif seperti itu memang ada meditator yang mampu mendengar suara detik jam pada jarak yang relatif cukup jauh. Menarikkah? Bermanfaatkah? Jawabannya tentu saja bersifat individual dan tergantung skala prioritasnya. Pada orang tertentu skalanya nol koma nol.

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila “keheningan” dapat diciptakan untuk waktu yang cukup lama, maka “kemampuan-kemampuan khusus” otak hemisfir kanan semakin dapat dirangsang dan dikembangkan. Termasuk kreatifitas berpikir. Yang sederhana saja ialah latihan fokus. Duduklah sendirian di keheningan malam – lebih bagus lagi di pinggiran kota – pejamkan mata dan coba bedakan dan ikuti terus secara simultan minimal 5 suara yang berbeda-beda. Apakah kita mampu melakukannya secara serius dan kontinyu? Bila sudah mampu membedakan 5 suara dapatlah kemudian ditingkatkan menjadi 7 atau 10 suara. Mampukah? Semuanya hanya tergantung fokus dan latihan saja.

Tetapi apa faktor biologi di balik semuanya itu? Unsur terpenting ialah kemauan (will power). Ada kemauan atau tidak? Kemauan baja atau kemauan tempe? Kemauan itu menggerakkan (sebut saja “memerintahkan”) serabut syarat retikuler (RAS) untuk mulai membeda-bedakan variabel-variabel informasi yang kita inginkan – dari yang lainnya yang tidak kita inginkan. Maka RAS itu membantu kita semaksimal mungkin untuk melakukannya.

Sewaktu mengetik artikel ini misalnya, saya mendengar suara derum halus PC saya, suara ketikan pada keyboard, suara derum beberapa motor di kejauhan, suara pintu mobil yang dibanting, suara klakson motor, suara pintu pagar tetangga yang dibuka, suara desiran kipas angin, suara mesin cuci tukang cuci di atas, suara detak jarum jam di tembok, suara tukang buah menjajakan dagangannya, suara burung yang berceracau di pohon mangga sebelah, suara benturan piring di dapur, suara tetangga yang memanggil pembantunya, suara kapal terbang yang lewat dari arah Cengkareng. Jadi ada berapa jenis suara “sekali-sekali” di samping “suara kontinyu” yang tertangkap?

Kita semua memiliki faktor biologi. Kita semua memiliki fakultas “kecerdasan intuitif”. Apakah kita mau meningkatkan baik “kecerdasan intelektual” bersamaan dengan “kecerdasan intuitif”? Untuk apa? Tentu saja untuk menjadi manusia yang lebih utuh, lebih lengkap, untuk mampu menjadi manusia intelektual sekaligus yang bernaluri kuat. Untuk itu kita semua sama-sama memiliki “common platform” biologis yang sama. Memiliki lima indra yang lengkap. Memiliki pusat sibernetika di dalam tempurung kepala dengan dua belahan pinang. Otak yang hanya 10% kapasitasnya terpakai dan masih sangat besar kemungkinannya untuk pengembangannya. Kalau mau tentunya!
Kekuatan Pikiran : Hubungan Pikiran Dengan Tubuh

Apa perbedaan dari pengobatan cara Alophatik (suatu cara pengobatan yang bertujuan membunuh penyakit dengan menggunakan obat-obatan atau operasi) Barat dengan seluruh pengobatan cara tradisional yang ada memiliki dua konsep utama yaitu pemisahan pikiran (jiwa) dan jasmani serta pemikiran bahwa alam dapat menjelaskan secara materialistis. Dengan kata lain, setiap penyembuhan cara tradisonal ditengarai tidak akan lepas dari hubungan antara jiwa dan soma (minuman ekstrak tanaman - jenisnya masih dalam perdebatan - yang digunakan oleh leluhur bangsa India sebagai persembahan kepada dewa dan juga semacam minuman keabadian dalam ritual pengikut Vedic) . “Penyakit “ tidak terbatas pada tubuh fisik saja ; namun pikiran dan emosi juga merupakan beberapa faktor penyebab. Penyembuhan seharusnya ditujukan pada elemn-elemen ini. Sembuh dari sakit bukan hanya hal membenahi tubuh fisik.

Pikiran adalah getaran kuat yang dapat membuat badan kita sehat atau sakit. Pikiran negatif dapat menyebabkan kita sakit dan terus membuat sakit. Sedangkan pikiran positif dapat menyembuhkan dan merubah kehidupan kita. Konsep-konsep ini datangnya bukan dari dunia metode sains yang melenceng. Namun berdasarkan fakta, terdapat sebuah badan riset ilmu pengetahuan yang sangat hebat untuk mendukung prinsip-prinsip ini.

Lebih dari 25 tahun, ilmuwan dari Laboratorium PEAR Universitas Princeton telah mendemontrasikan kekuatan hubungan antara keinginan manusia dengan perilaku mesin. Mereka menunjukkan bahwa individu yang tidak terlatih dapat mempengaruhi hasil akhir dari alat penghasil nomor acak pada mesin mekanik dan elektronik, hanya dengan mengarahkan pikiran pada nomor-nomor yang harus keluar. Efek-efek yang timbul tidak tergantung pada ruang dan waktu, dan dapat mencapai jarak ribuan mil jauhnya. Pemikiran ini telah berusia ratusan tahun dan telah mengakar diberbagai kebudayaan kuno di seluruh dunia.

Namun bagaimanapun juga , pengobatan alopathik Barat biasanya mengabaikan konsep-konsep tersebut. Kebanyakan para dokter tidak mempelajari lebih lanjut ilmu alam semasa pendidikan pasca sarjana ataupun sekolah medis lain.

Pengobatan Tiongkok kuno dan Ayurveda (pengobatan tradisional bangsa India) mengkaitkan hubungan antara gejala-gejala badaniah dan emosi. Dalam pengobatan Tiongkok, paru-paru merupakan gudang untuk kesedihan, hati untuk kemarahan, dan ginjal untuk ketakutan. Sedangkan dalam Ayurveda, vata doha menimbulkan radang sendi dan rasa khawatir, pitta menyebabkan bisul dan kemarahan. Dengan tetap mempertimbangkan susunan pemisahan antara elemen-elemen ini.

Pengobatan Farmasi
Sebelum datangnya kejayaan pengobatan farmasi, dengan meluasnya penawaran bagi kelemahan fisik kita, para dokter adalah pengobat yang sempurna. Voltaire (seorang penulis besar dari Perancis pada abad ke-17) menjelaskan peran kita adalah sebagai penghibur, untuk menjaga pasien tetap terhibur sehingga penyembuhan alaminya dapat bekerja. Sir William Osler, termasuk salah satu bapak penemu pengobatan alophatik Barat (sistem pengobatan yang membunuh penyakit dengan menggunakan obat-obatan seperti obat farmasi atau operasi yang dapat menimbulkan efek yang berlawanan terhadap penyembuhan penyakit), menekankan pentingnya untuk mengenal pasien yang menderita penyakit, daripada mengetahui jenis penyakit apa yang diderita pasien.

Namun, pengobatan alophatik Barat bukanlah bisnis penyembuhan. Dapat dikatakan, itu merupakan sebuah sistem perawatan penyakit. Dengan sifat alamiahnya, model penyembuhan alophatik Barat membuat orang sakit dan tetap sakit. Sesungguhnya pendekatan terhadap penyakit kronis tidak dapat menyembuhkan siapapun juga. Pengobatan farmasi hanyalah menahan gejala, mengganggu mekanis penyembuhan alami organisme manusia. Mereka yang ragu dan mereka yang mendukung paradigma biomedis kita yang berpengaruh, membuat obat-obat asing demi pergerakan dunia atau mungkin sebuah inisial diagnosa yang salah. Sesungguhnya, mereka mengabaikan mediator penyembuhan yang paling kuat: pikiran, keinginan dan kesadaran.

Seluruh konsep kuno ini, pernah hilang, namun kini mulai bangkit dengan munculnya pasien-pasien yang masih belum sembuh dan mencari-cari ilmuwan yang dapat menyembuhkan penyakit mereka. Para ilmuwan tersebut adalah ilmuwan farmasi, para imunologi dan toksinologi yang berpengalaman dalam melakukan penelitian dosis rendah untuk mendukung ketelitian fenomena homeophatik (Sebuah sistem praktek medis dalam merawat suatu penyakit, yang mengutamakan pemberian obat dalam dosis sangat rendah yang terdapat di dalam tubuh manusia sehat yang memperlihatkan gejala serupa dengan beberapa penyakit). Mereka adalah para ahli fisika dan insinyur. Mereka adalah psikoneuromonologi dan parapsikologi (suatu bidang ilmu yang mempelajari indera keenam manusia seperti telepati, clairvoyance dsb), yang percaya bahwa konsep pikiran mempengaruhi masalah dan pikiran mempengaruhi tubuh. Mereka adalah para dokter yang berpikir terbuka dan para peneliti lain yang meneliti kekuatan doa berefek pada fenomena penyembuhan.

Beberapa contoh bagaimana pikiran kita dapat mempengaruhi kesehatan kita termasuk berikut: berpikir positif mengurangi level gula darah pada diabetes, memperkecil serangan asma, mengurangi gejala radang usus besar dan memperbaiki fungsi immune terhadap virus HIV. Tidak hanya pikiran kita dapat mempengaruhi tubuh kita, namun juga pikiran kita dapat mempengaruhi lain-lain. Berbagai studi telah mendemonstrasikan kemanjuran klinis dari doa, khususnya efek positif dari doa kepada pasien dalam sebuah unit penyembuhan penyakit jantung koroner .
Sebagai tambahan pada konsep bawaan dasar yang berhubungan dengan tubuh dan pikiran, seperti yang disarankan baik oleh kebijakan kuno dan pengetahuan modern, merupakan keberadaan beberapa sumber yang tak terkatakan, energi, keterhubungan, yang mencakup semuanya dan mempengaruhi kita semua. Tradisi penyembuhan di seluruh dunia menggambarkan bahwa sumber ini sebagai sebuah saluran penyembuhan.

Menyembuhkan Tubuh Sendiri
Di saat kita merasa senang mengetahui kebijakan kuno ini, dan diberikan harapan bahwa hal yang saling mengimbangi dan obat-obatan alternatif mendukung ide pengobatan pikiran-tubuh, kita masih kehilangan mata rantai. Sampai kita dapat menyadari bahwa pikiran lebih kuat daripada molekul, daripada pengobatan farmasi, dan bahwa kita dapat mempergunakan konsep ini untuk benar-benar menyembuhkan tubuh kita sendiri, kita tidak menyadari potensi penuh bahwa kebohongan menyelubungi kita.

Pikiran dan perasaan mempengaruhi kita. Mereka dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita: kesehatan, hubungan interaksi, bahkan keuangan. Apa yang paling sering kita temukan dalam pekerjaan kita adalah dampak dari pikiran dan perasaan terhadap kesehatan. Pikiran negatif dan perasaan yang tidak terekspresi dapat menghambat energi, yang menjadi pusat bagi penyakit.

Kebudayaan kita tidak siap untuk mendukung hubungan yang berkaitan dengan emosi kita, terutama terhadap penilaian negatif. Banyak di antara kita yang menghabiskan hidup tanpa memahami bagaimana perasaan kita, membiarkan diri untuk dapat mengekspresikan perasaan kita. Malahan justru “menyembuhkan” diri kita sendiri dengan segala aktifitas yang menghindari perasaan menjadi tidak nyaman. Kecanduan kerja, makanan, alcohol, kecanduan olahraga, ketergantungan obat-obatan dan berinteraksi dengan orang lain adalah cara kita untuk menghindar memahami perasaan dan diri pribadi kita.

Pikiran adalah normal dan alami. Kemarahan, kesedihan, rasa takut, atau apapun yang Anda rasakan, adalah hal yang sepenuhnya normal dan alami. Hal-hal itulah yang kita lakukan dalam merespon perasaan alami yang telah ditetapkan untuk kita daripada menjadi bom waktu dalam tubuh. Menyimpan perasaan yang tidak nyaman di dalam hati dapat membuat kita sakit.

Saat kita mempelajari untuk merasakan perasaan kita, dan “membiarkan” mereka, daripada menyimpan mereka di tubuh kita, kita dapat merasakan kekuatan bawaan dasar yang luar biasa yang dipunyai setiap orang. Berikut ini tips sederhana yang dapat membantu Anda untuk berhubungan dengan segala perasaan dan mengubah pikiran-pikiran negatif serta perasaan tidak nyaman.

Ambilah sebuah buku catatan yang dapat dijadikan sebagai buku harian. Ini dapat membantu jika Anda dapat menjalankannya setiap hari dan memulai hari Anda dengannya. Jika schedule Anda tidak memungkinkan, dapat dikerjakan bila ada waktu. Anda akan segera kehilangan kesempatan ini jika tidak Anda lakukan. Namun apabila Anda dapat meluangkan waktu Anda mengerjakannya, Anda akan menemukan sebuah sumber ketenangan pada saat timbul situasi yang bisa membuat perasaan menjadi tidak nyaman.

1) Aliran Teknik Kesadaran :
Tuangkan seluruh pikiran dan perasaan Anda dalan tulisan, termasuk juga ketakutan, benci dendam dan kegelisahan. Apabila anda tidak yakin, maka tulislah itu. Bahkan dalam keadaan di mana Anda tidak ingin menulis, juga tulislah hal itu ! Apapun yang terjadi tetaplah berada “di dalam momen”. Jangan menyensor ataupun menghakimi apa yang Anda tulis. Bawa perasaan Anda sampai pada batas. Seperti, jika Anda khawatir akan masalah keuangan, tulislah mengapa, apa yang akan terjadi – juga ketakutan Anda yang paling dalam. Apabila Anda sedang mengalami masa-masa sulit bersama pasangan Anda, sahabat dekat ataupun rekan kerja, tulislah hal ini. Selama Anda melakukan cara ini, pikiran Anda akan secara alamiah merespon dengan merenungkannya. Perasaan yang sulit akan berubah menjadi respon positif. Tulislah juga. Namun apabila berbagai perasaan muncul, lanjutkan cara ini sampai Anda sudah tidak dapat menulisnya lagi.

2) Respon menulis menggunakan tangan yang tidak dominan :
Setelah Anda mengeluarkan uneg-uneg Anda dalam tulisan, menulislah dengan menggunakan yang tidak dominant misalnya jika Anda biasanya menulis menggunakan tangan kanan, maka gunakanlah tangan kiri begitu juga sebaliknya. Usahakan jangan menyensor apapun, Anda tidak perlu khawatir terhadap bagaimana bentuk tulisan Anda. Biarkan tangan Anda menulis apapun yang ada dalam benak Anda. Lalu lihatlah hasilnya nanti – mungkin Anda akan terkejut !

Sumber : www.theepochtimes.com)